THE STEWARDESS [Part 4]

The stewardess 5 by bapkyr

YIPPIE~~ aku bisa menyelesaikan Part ini malam ini juga akhirnya.

Tadinya mau nge draft Vibrance part 7, tapi ideku tiba tiba muncul untuk FF ini. jadilah aku update ini duluan.

untuk Vibrance tetap ditunggu.

sepatah dua patah kata untuk para cassie… Envy gak sih liat TohoTimeNissan. huhuhu T.T

***

Yuri, gadis itu telah sampai pada sesuatu yang ia sebut sebagai istana. Berbeda dari apa yang ia ekspektasikan, apa yang ada di sana sempat membuatnya membumbungkan sebuah balon tanda tanya besar di kepalanya. Bisa dibilang, untuk sebuah rumah dengan ukuran raksasa ini, orang yang ada di dalamnya tidak cukup banyak bahkan untuk mengurusi setiap sudut ruangan.

Ketika gadis itu untuk pertama kalinya melihat apa yang mereka sebut dengan sebuah aula utama, dia tidak bisa melihat hal lain selain meja panjang dan lemari kayu besar yang melebar dari ujung satu ke ujung lainnya. Karpet cukup berdebu, dan terkesan sedikit tua serta aksesoris dinding yang menempel tak terurus di dinding.

Yuri di bawa dengan sopan ke sebuah ruang makan mewah. Dikatakan mewah –terlepas dari sedikit sekali aksesoris yang bertabur di sana, mungkin lebih kepada makanan yang tersaji bak pesta di sana. ada dengan total 2 orang pelayan berpenampilan rapi dengan kemeja dipadukan sleveless tuxedo dan dasi pita; tidak lupa kumis sederhana yang klimis, bolak balik menyajikan piring demi piring besar makanan di atas meja.

Kwon Seung Ha duduk di satu ujung meja –menandakan dialah sang pemimpin makan malam kali ini. Yuri tidak langsung duduk, dia masih ragu apakah ia berada di tempat yang tepat.

“duduklah, anakku”, sahut pria itu dengan nada lapar yang berat. Pria itu mengambil satu buah daging panggang yang ia letakkan dengan rapi di atas piring kosongnya, ia mulai mengangkat garpu dan pisau makannya seraya mencoba mengundang perhatian Yuri padanya.

Yuri mengambil jarak beberapa kursi dan duduk di tempat berjauhan dengan ayahnya. Selain orang asing, ia tidak mengetahui lagi deskripsi apa yang paling tepat untuknya di rumah ini. ia letakkan tangannya di bawah meja, genggamannya pada celana ketat yang dipakainya mengerat setiap detik.

“maaf aku melakukan ini dengan tiba-tiba, Kwon Yuri-ssi. Alasanmu sudah cukup kuat untuk membenciku”, Yuri mencerna kata kata pria itu dengan hati-hati, sementara ayahnya makan, Yuri hanya terdiam, menganggap bahwa ia bisa kenyang dengan memandang bagaimana pria itu makan.

“tepatnya, aku tidak punya sedikitpun alasan untuk tidak membencimu”, jawab Yuri singkat.

Pria itu tidak tertawa mendengar respon Yuri, pun marah. Dia seolah tenggelam di dalam dunia pikirannya sendiri sambil terus memotong motong daging yang sebenarnya sudah terpisah menjadi kepingan dadu yang lebih kecil di piringnya.

Pria itu mendesah, kemudian meletakkan garpu dan pisau makannya di samping piring kecilnya yang masih penuh dengan daging berminyak. 2 pelayan tadi yang masih setia berdiri di pojok ruangan, disuruhnya kembali ke dapur sehingga Yuri hanya berdua saja dengan pria yang mengaku sebagai ayahnya.

Seung Ha memencet beberapa tombol di ponsel yang baru saja di keluarkannya dari saku, ia terlihat berbicara singkat dan satu orang wanita berseragam seperti pegawai kantoran dengan rambut panjang yang indah masuk ke dalam ruang makan. Sepatu high heel nya membuat ketukan berirama di lantai marmer yang ia injak. Ia tersenyum ketika matanya bertemu dengan Yuri kemudian menundukkan kepalanya dan menyerahkan beberapa lembar map pada Seung Ha.

“tetap di sana, nona Lee, mungkin aku akan membutuhkanmu”, ucap Seungha pada wanita itu ketika dia akan pergi. Yuri menatap tidak mengerti.

Ketidakmengertiannya memuncak dan semakin menjadi ketika Seungha memberinya beberapa map dari atas tangannya. Yuri membukanya perlahan, barangkali ia menemukan sesuatu yang berkaitan dengan masa kecilnya.

Dan benar saja, ia bisa melihat akta kelahiran atas nama dirinya, tentu dengan nama Kwon Seung Ha dan Lee Ha Ni di sana. berbeda dari akta yang ia miliki di rumah, dengan nama pria Kwon Hyuk Wang.

Ia juga mendapatkan beberapa foto ibunya dan Kwon Seung Ha semasa muda, dan beberapa lembar surat cinta kusut di sana yang isinya membuat siapapun tertawa. –isi khas muda mudi jatuh cinta.

Yuri bertukar pandang singkat sebelum ia membuka map kedua. Ia pikir isinya mungkin akan lebih hebat dari apa yang ia lihat di map pertama.

Namun kenyataannya, di sana ia hanya melihat satu buah buku tebal dengan tulisan ‘company profile’ dan file-file milik Seung Ha yang ia tidak mengerti. Ditambahkan beberapa potongan artikel dari berbagai surat kabar yang memiliki headline hampir serupa.

FS Company di ambang kehancuran, Kwon Seung Ha kehilangan 20% dari sahamnya’

Yuri menatap pria di depannya dengan tanya besar. Melupakan masalah dirinya dan keluarganya, ia otomatis terfokus pada kesimpulan dari seluruh potongan berita utama yang ia baca baru saja.

“aku akan bangkrut dalam waktu dekat, Yuri-ah

Yuri mengerutkan dahinya. Selain ketidak mengertian mengapa perusahaannya bisa bangkrut, ia juga tidak mengerti poin dimana penting Seung Ha mengatakan itu semua padanya.

“setelah istri pertamaku meninggal, sahamnya dialihkan semua pada keluarga besarnya. Mungkin ia mengetahui perselingkuhanku dengan ibumu sehingga ia tidak mencantumkan namaku dalam surat wasiatnya. Saham istriku menguasai hampir 50% dari modal perusahaan. Ketika semua saham itu ditarik oleh keluarganya, aku collapse. Aku menjual sahamku pada beberapa saingan dengan tujuan setidaknya aku dapat bertahan. Namun aku salah. Semuanya bertambah buruk…”, Yuri menatap ayahnya, mendengarkan setiap detik dari bagaimana ekspresi pria itu berubah ubah dalam bercerita. ia berusaha tidak berkomentar, dia di sana hanya untuk mendengarkan.

“—kau lihat rumah ini, begitu kosong. Beberapa benda berharga kujual demi perusahaan. Dan aku—- tidak tahu apa lagi yang harus kujual setelah semuanya habis. Aku dipastikan bangkrut dalam waktu dekat”

Dengan sedikit nada kecewa dan kesal, pria itu menundukkan kepala. Dia tidak ingin menunjukkan rasa ketidakberdayaannya di depan seorang putri semata wayangnya yang baru saja ditemukan. Lain halnya dengan Yuri, ia mendongak dan mencoba memindai ruangan makan itu sekali lagi. memang benar, ruangan itu kontras sekali dengan beberapa ruangan hampa yang ia lewati sebelumnya. Setidaknya di sini, ia masih melihat sebuah lukisan besar yang terlihat mewah.

Perhatian Yuri kembali teralihkan pada Seungha ketika pria itu menjatuhkan pisau makan dan garpunya ke lantai. Lee Ji Eun, sekretaris dari Seung Ha yang sejak tadi berdiri di pinggir meja makan segera merunduk dan mengambil peralatan makan yang jatuh itu.

“—aku tidak yakin aku bisa membantumu untuk ini, Seung Ha-ssi”, ucap yuri datar setelah ia rasa ia perlu berkomentar. Seung Ha seakan tahu apa yang akan gadis manis itu katakan padanya. Ia bertukar kontak mata dengan putri semata wayangnya itu, selain matanya yang berwarna kecoklatan yang identik, dua orang di sana adalah dua pribadi yang berbeda.

“kau—sangat bisa membantuku, anakku. Aku membutuhkanmu saat ini”

“kau menggunakan aku demi perusahaanmu, eoh?”, Yuri mendentingkan garpu di atas piringnya, membuat suara gaduh di sana. Seung Ha dengan matanya yang teduh, mencoba menatap Yuri baik-baik.

“jika hatimu mengatakan seperti itu, berpikirlah seperti itu. aku tidak akan menolak kenyataan bahwa aku memang seorang ayah yang idiot sejak awal—“

“dan kuharap ayah idiot itu tidak mencoba menculikku dari kehidupanku yang menyenangkan hanya untuk sebuah pertolongan pada perusahaan yang hampir bangkrut”, ucap Yuri sinis. Seungha tidak menolak, pun mengiyakan. Ia hanya menghela napas panjang sambil membiarkan kerutan di dahinya segera hilang.

“maafkan aku”, sambut Seung Ha. “tapi aku benar benar butuh bantuanmu—“ jelasnya kembali.

Yuri tidak tahan lagi dengan topik yang mulai mengarah kepada ketidak jelasan di sana, ia membanting garpunya kemudian menatap marah dan berteriak pada Seung Ha.

“Kau—- Ayah macam apa?!, mengabaikanku, meminta maaf kemudian meminta bantuanku? Kau sebut dirimu seorang Ayah, eoh?!”

Wanita yang ada di dekat Seung Ha berjalan pada Yuri kemudian mencoba membuat Yuri duduk kembali di kursinya setelah sebelumnya gadis itu berdiri dengan gerakan tiba-tiba. Sambil membuat gadis itu duduk, Ji Eun membisikkan sesuatu di telinga Yuri.

“Ayahmu memiliki serangan Jantung, Nona Yuri. Jangan berikan shock padanya”, Yuri menoleh singkat pada Seung Ha yang sedang memegangi dada kirinya kemudian ia mengalihkan pandangannya pada Ji Eun sambil menggerakkan bibirnya singkat.

“aku tidak peduli”

Ji Eun hanya menggeleng kemudian pergi ke sisi di mana boss nya dengan terburu-buru meminum segelas air putih yang sudah tersedia di atas meja. Dalam beberapa menit, pria itu kembali tenang, gerakan napas dan tangannya sudah teratur.

“maafkan aku, aku memang bukan ayah yang baik. Sudah kukatakan— mari kita buat ini singkat, Yuri.. perusahaan ini adalah perusahaan yang aku dan ibu kandungmu coba bangun bersama sejak kami duduk di bangku kuliah. Kami tumbuh sebagai segelintir orang dari ekonomi menengah ke bawah dengan impian setinggi langit. Lee Ha Ni adalah jenius designer. Dia merancang beberapa tas untuk dijual. Bisnis kami di mulai dari sana. sampai akhirnya aku bertemu dengan Kim Da Eun. Dia CEO sebuah perusahaan besar. Kami di ajak untuk bekerjasama dan mendirikan perusahaan kami sendiri atas modal darinya. Namun wanita itu melakukan kecurangan pada kami. Aku dijebak untuk menikahinya karena insiden kehamilan palsu. Ha ni –ibumu, di tendang dari perusahaan itu secara paksa sebelum aku mengatakan betapa aku mencintainya. Kami hidup terpisah selama 5 tahun, sampai akhirnya aku bertemu dia kembali dan memutuskan untuk menikahinya secara diam-diam”

Seung Ha terbatuk ketika ia berada di ujung kalimatnya. Ji Eun memberinya segelas air putih dan ia meminumnya dengan tergesa-gesa.

“—aku masih mengingat bagaimana Hani mengatakan bahwa ia sangat menyukai pekerjaannya dan perusahaan kecil yang ia bangun bersamaku. Dia tersenyum setiap kali aku mengatakan berapa persen penjualan produk kami pada konsumen. Dia benar benar seorang wanita pekerja keras. Aku kadang ragu kenapa dia bisa menyembunyikanmu dan berkomplot bersama pria bernama Kwon Hyuk Wang itu, mereka memerasku selama ini”

“—tapi setidaknya mereka masih merawatku. Tidak seperti pria yang mengaku sebagai ayah kandungku secara tiba tiba”, ucap Yuri menyindir. Seung Ha menarik napas panjang.

“aku tahu… aku tahu memang tidak mudah meyakinkanmu dengan kata-kata. Tapi Yuri-ah.. aku tidak pernah sedikitpun membuang waktuku untuk mengabaikanmu. Aku selalu mencarimu, memenuhi setiap lembar uang yang pria brengsek itu minta, hanya untuk mendapat fotomu dan mencari keberadaanmu. Aku benar-benar peduli padamu”

Yuri terdiam ketika Ji Eun membawakannya satu map lagi yang lebih tebal, di bukanya map itu dan satu penuh album foto dirinya sejak kecil hingga foto yang di ambil beberapa hari sebelum kematian ibunya hadir rapi di sana.

“aku kehilangan jejakmu setelah pria brengsek dan ibumu meninggal dalam kecelakaan. Aku mencarimu kemana mana dan akhirnya menemukanmu yang sudah tumbuh lebih dewasa saat ini”, lanjut pria itu lagi. Yuri tidak bisa menahan tangis nya ketika ia melihat sebuah foto dirinya di taman kanak-kanak bersama ibunya. Jika tidak salah ingat, ia menangis di sana karena kakinya di injak oleh seorang bocah pria yang terkenal paling nakal saat itu.

Ketika ia membalik halaman selanjutnya, terpampang jelas fotonya yang sedang tidur nyenyak di atas kasur tanpa terganggu keadaan kasur yang berantakkan. Yuri kecil dengan poninya terlihat sangat lucu walaupun sedang tidur.

Kebencian Yuri pada Seung Ha meluluh, namun sebagian masih bertengger kokoh di hatinya.

“kau sejak tadi berbicara berputar-putar. Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?”, Yuri mencoba menghapus air matanya dengan membuka satu kalimat penuh kebencian pada pria di depannya.

Seung Ha berdehem beberapa kali, kemudian melirik pada Ji Eun memberikan satu isyarat. Ji Eun mengangguk.

“Nona Yuri, seperti yang anda dengar sebelumnya, perusahaan ini akan bangkrut. Tidak ada cara lain selain menjual atau menggabungkan perusahaan ini dengan perusaahaan saingan yang setipe. Dalam hal ini, kami telah memilih satu perusahaan untuk melakukan merger. Maksudnya tidak lain adalah mengurangi persaingan di dalam industri fashion—“

“apa hubungannya denganku?”, Yuri menyela ketika Ji Eun masih berbicara. Ji Eun menatapnya sekilas sambil menggunakan isyarat mata yang tajam pada Yuri. gadis itu terdiam.

“perusahaan kita dan perusahaan yang kami pilih semula adalah saingan terbesar dalam beberapa tahun perjalanan bisnis kami. Melakukan merger dan mengatur saham adalah urusan internal perusahaan. Semuanya akan di atur oleh pemegang saham. Namun Lee Gi Ja, pemilik perusahaan itu adalah seorang yang tidak bisa dipercayai oleh ayahmu, ada kemungkinan ia akan mengambil alih seluruh perusahaan dengan prosentasi sahamnya yang besar di sana. satu-satunya jalan adalah melakukan penyelesaian pribadi di antara ayahmu dan Lee Gi Ja”

Yuri mendelik aneh pada Seung Ha. Sedangkan pria paruh baya itu mengusapkan telapak tangannya pada wajahnya secara kasar dan cepat. Ia terlihat bingung.

“—Lee Gi Ja dan ayahmu, membuat satu peresmian merger perusahaan secara aman dan dipercaya kedua belah pihak dengan cara menempuh satu pernikahan”

Yuri mendesis tidak percaya, ia menatap jijik pada ayahnya “kau akan menikah lagi? aku tidak bisa percaya—“

Ji eun memotong, “maaf nona Yuri, tapi yang akan menikah adalah dirimu—kau akan dinikahkan dalam waktu dekat dengan putra dari Lee Gi Ja”

Yuri menggebrak meja makan dengan amarahnya yang menggumpal di ujung vena nya. dia rupanya tidak tahan lagi dengan topik yang ia anggap nonsense dan tidak terarah.

“Maaf, tapi aku duduk di sini bukan untuk sebuah lawakan tua—“, Yuri berdiri, matanya dengan tajam menusuk pada pupil kebingungan milik Kwon Seungha. Lee Ji Eun baru saja berdiri dan menaruh tangan lentiknya di pundak Yuri, ketika Yuri –gadis keras kepala itu, mengibaskannya dalam satu kali gerakan bahu dan menjatuhkan sebuah kursi yang semula di dudukinya.

“aku bukan bonekamu. Tuan Kwon Seung Ha”, bibir Yuri membentuk satu ekspresi wajah yang mewakili seluruh amarah yang ia miliki. dengan peluh menetes dari dahinya, ia berbali, menindai Ji Eun dari ujung kaki hingga ujung rambut kemudian –dengan kasar- pergi dari sana. ia membuka pintu besar yang menuju ke lorong lorong utama rumah dengan cepat kemudian setengah berlari menggapai pintu utama.

Air mata melayang dalam setiap inci langkah yang gadis itu buat. Yuri tidak tahu ekspresi apa yang harus ia tunjukkan lagi. semua masalah datang dan menyeruak dari balik kabut secara tiba-tiba tanpa ultimatum. Ia sendiri tidak tahu lagi bagaimana kehidupannya bisa menjadi kacau hanya dalam 2 hari setelah kepulangannya ke Korea. dia tidak mengerti.

“Nona Yuri ! Nona Yuri !”, Yuri bisa mendengar suara panik dari seorang wanita di belakangnya. dengan sepatu yang membuat irama merdu di atas marmer, wanita itu terengah engah memanggil namanya. Yuri cukup tahu bahwa ia harus membawa harga dirinya dengan tidak sedikitpun menoleh pada suara di belakangnya.

“Yuri-ssi !!” sekali lagi. wanita di belakangnya memanggil nama yuri. kali ini dengan suara yang lebih keras. Pintu berderit, bukan pintu di depan Yuri, pintu besar yang baru saja ia lewati dengan amarah, terbuka dengan lebar. Beberapa pelayan yang gadis itu sempat lihat berada di ruang makan beberapa saat yang lalu, kini –dengan panik –berputar mengelilingi seseorang, mereka membawa seorang pria paruh baya di tangannya. Dengan total 4 pelayan, pria paruh baya itu di angkut dengan cepat ke pintu utama, melewati yuri yang diam mematung di antara lorong ruang makan dan pintu utama.

“Yuri-ssi..”, Yuri kali ini menoleh pada wanita yang sejak tadi memanggilnya. Ada luka memar di dengkul wanita itu, mungkin dia habis terjatuh karena suara keras yang yuri dengar sebelumnya. Gadis dengan memar itu adalah Ji Eun. Matanya memerah, dengan terengah-engah ia merangkul pundak Yuri sekali lagi. tidak seperti beberapa saat yang lalu –Yuri tidak bereaksi apapun.

“d-dia—“, Yuri terbengong ke satu bebatuan marmer di dinding depannya. Ia memandang kosong. Bibirnya bergetar, suaranya keluar dengan terbata-bata.

“jantungnya, penyakit jantung Tuan Kwon kambuh, Nona Yuri”

-The Stewardess

Yuri menyalakan air panas dan ia biarkan air itu memenuhi setiap sudut dari bathtub nya. pikirannya entah mengambang di mana. Ia memandangi air di bathtub itu dengan tatapan kosong. Seolah ia tidak di sana.

“Aku berada di ambang kehancuran, Yuri-ah, kumohon bantulah aku. Aku tidak bisa melakukannya sendiri… kumohon…”

Kata kata itu masih terngiang di telinganya. Yuri menyesal, seharusnya ia tidak mengunjungi pria itu dan mendengarkan semua ceritanya sekali lagi. tapi Yuri tidak bisa, ada semacam ikatan kuat di dadanya yang membuat ia harus peduli pada pria itu.

Beri aku waktu.

Memori singkat bagaimana Yuri memberikan jawabannya pada Seungha teringat di otaknya kembali. Ia mencelupkan tangan kanannya pada air yang sudah menggenangi setengah dari bathtub. Ia mematikan kran air panas dan mulai memutar mutar kran air dingin. Ia mencampurnya dalam bathtub lengkap dengan lotion mandi yang ada di pojok baththub.

Setelah ia rasa cukup, Yuri menenggelamkan tubuhnya sendiri dalam bathtub. Pikirannya bergelayut kemana-mana. Ia menghela napasnya berkali kali dengan cepat kemudian matanya kosong kembali.

“mungkin tidak seharusnya aku kembali ke Korea saat itu”, Yuri menyesali apa yang sudah terjadi padanya dalam beberapa hari. Mengenai Park Yoo Chun. Yuri hanya mengingatnya sekilas kemudian ia meninju air di sampingnya, membuat air itu tercerai berai ke atas kemudian jatuh kembali dengan cipratan busa pada tubuhnya.

Dalam beberapa menit, Yuri sudah bisa membebaskan diri dari cengkraman kuat kamar mandi. ia menghabiskan hampir 90% waktunya di sana hanya untuk membiarkan pikirannya mengawang. Ia ambil handuk, mengeringkan tubuh dan mulai berjalan keluar dari kamar mandi. hal yang pertama ia lakukan tentu saja menggunakan beberapa pakaian yang sudah di siapkan sebelumnya oleh Ji Eun.

“apa kau akan ke Rumah Sakit lagi?”, tanya Jieun begitu Yuri keluar dari balik pintu kamar bercat coklatnya. Yuri menggeleng lemah, menandakan bahwa ia tidak ada hasrat untuk sedikitpun mengiyakan ide dari Jieun.

“baiklah, aku akan mengunjunginya. Ada yang kau butuhkan lagi?”, tanya Jieun dengan sopan.

nothing.”, jawab Yuri lemas.

“baiklah—“, Jieun berputar dan berpaling dari tatapan Yuri. dalam beberapa detik ia kembali menatap Yuri, menambahkan penegasan pada apa yang menjadi kekhawatiran Yuri, “—ayahmu bilang bahwa pertemuan dengan keluarga Lee Gi Ja diadakan besok malam. Paling tidak kau harus memiliki jawaban pasti besok pagi. Katakan padaku jika membutuhkan sesuatu, Nona Kwon Yuri”

-The Stewardess

Aku tidak suka aroma ini. jika aku tidak salah, ini adalah aroma dari hair spray dengan wewangian lavender. Aku ingin berteriak dan mengatakan pada seorang wanita yang kini menata rambutku, ‘hey apa kau pikir rambutku sarang nyamuk sehingga kau memberikan lavender di setiap helainya?’. Ya, andai saja aku bisa.

Dan bukan wewangian itu saja yang menggangguku. Gaun hitam elegan sebatas paha beserta high heel dengan taburan permata di setiap talinya membuatku cukup gerah. Aku tidak suka ini, aku seharusnya tidak menyetujui permintaan gila Ayahku. Aku terdampar di sini. Bersama orang-orang yang tidak kukenal.

“Nona Yuri, ayahmu akan menunggu di venue. Kau bisa menyusul dalam 20 menit lagi”, Jieun memanggil namaku dari ambang pintu. Dia bukan seorang unnie. Aku baru tahu ternyata kami berada di umur yang sama. Hanya saja dia terlihat lebih tua dengan kacamata peraknya. Jieun sepert biasa, hanya berkata pendek kemudian pergi meninggalkan aku yang kebingungan.

Hair stylist telah selesai dengan rambutku. Ia membiarkan beberapa helai rambutku tersisa di depan telinga. Sementara sisanya di ikat ekor kuda ke belakang. Ugh,  aku tidak menyukai aroma rambutku sendiri. Bagaimana aku bisa keluar dan berakting dengan nyaman?

Aku menarik napasku. Aku memandang sebuah ponsel yang tergeletak begitu saja di depan meja rias. Itu ponselku, dan aku baru saja mengabaikan beberapa panggilan dengan nama Tiffany di atasnya. Aku bisa saja mengangkat panggilan tersebut, namun aku hanya takut ketika Tiffany tahu apa yang akan aku lakukan sekarang. Dia pasti akan mencerca aku karena kebodohanku. Benar, dari awal seharusnya aku tidak bertemu dengan Kwon Seung Ha.

Seorang pelayan yang paling tua, muncul dari balik pintu tempat Jieun menghilang. Ia mengingatkan aku agar segera mempersiapkan diri dengan sentuhan terakhir. aku bingung dengan apa yang dia maksudkan dengan ‘sentuhan terakhir’.

“Jangan katakan apapun jika tidak ada yang mengajakmu bicara. Hanya menjawab apa yang mereka tanyakan dengan singkat. jangan melebihkan ataupun mengurangi. Kau juga harus menjaga sikapmu. Jadilah wanita yang berkelas”

Aku mendengarkan nasihatnya panjang lebar. Dia seperti seorang mentor dalam sebuah table manner daripada menyebutnya seorang pelayan. Kukira dia akan lebih mengerti posisiku mengingat usianya yang menginjak senja. Namun yang aku dapat malah perlakuan strict yang lebih gila.

Aku berjalan lemah gemulai –sesuai dengan arahan ahjumma tadi. ah ya, aku bahkan belum sempat tahu siapa nama wanita tua itu.

Aku berjalan pelan, menuju sebuah mobil mewah dengan warna hitam glossy yang mendominasi. Aku masuk kesana dengan susah payah. Aku harus menjaga rok ku agar kain itu tidak menunjukkan paha ku semakin banyak. Ayahku seharusnya duduk di jok depan dan mengawasi atau sekedar memberi nasihat padaku. Tapi sayangnya, itu tidak pernah terjadi. Seung Ha –aku lebih senang memanggilnya seperti itu, sudah pergi lebih dahulu ke sebuah acara yang akan aku datangi.

Jieun menjelaskan acara ini adalah acara pesta pasca merger perusahaan Seung Ha dengan perusahaan seorang wanita bernama Park Gi Ja. Aku tidak tahu perusahaan seperti apa yang mereka bicarakan, dan lagi aku tidak mengenal siapa Park Gi Ja. Yang aku tahu hanyalah, aku berada di dalam sebuah drama demi menyelamatkan ekonomi Seungha beserta kesehatannya.

Aku rasa aku sangat baik—dan bodoh.

Perjalanan memakan waktu sekitar 15 menit. Ditambah 5 menit waktu untukku menata ulang gaun serta mencoba berjalan ke dalam sebuah gedung dengan aksesoris mewah. Jieun sudah menungguku di depan sebuah Lift dan aku dengan ekspresi datar mengikuti kemana wanita itu berjalan. Kami masuk ke dalam sebuah Lift dan ia menekan tombol 17 di sana.

Aku tidak pernah masuk ke dalam gedung ini sebelumnya. Mungkin ini adalah perusahaan ayahku atau semacamnya. aku tidak sempat membaca papan nama besar di lobby tadi karena aku masih tidak merasa nyaman dengan gaun super miniku.

Ting.

Pintu Lift terbuka. Aku bisa melihat sebuah pintu coklat keemasan dengan ukiran artistik di permukaannya. Jieun mempersilakan aku masuk melalui pintu itu. ia sendiri mendampingiku di belakang setelah berbisik pelan.

“—jalan lurus saja sampai kau menemukan meja paling besar dengan ayahmu duduk di sana”, aku tidak mengangguk. Aku hanya berpura-pura tidak mengerti untuk menjaga harga diriku, menunjukkan pada nona Jieun bahwa aku sebenarnya masih menentang ide ini.

Aku masih tidak percaya bahwa hari ini, adalah hari pertunanganku dengan seseorang yang sama sekali tidak kukenal. Dan lagi, aku melakukan semua ini demi… harga diri Kwon Seung Ha. Nonsense, huh?

Tanganku berkeringat ketika Jieun membukakan pintu besar itu. semua mata kini tertuju padaku. Aku tidak tahu mereka memandang apa. wajahku atau—baju yang kupakai?

Aku berjalan dengan pelan, bertahan agar kakiku tidak tersellip karpet mewah yang terbentang di sana. aku sudah melihatnya, Kwon Seung Ha dengan jaket tebal yang duduk di balik sebuah meja besar. Ia tertawa, berbincang-bincang kemudian memandangku dengan senyuman ramahnya.

“Duduk di sini, Yuri-ah”, aku bisa mendengar suara pria itu. ia belum sehat betul, namun ia memaksakan diri datang ke tempat ini. aku menundukkan kepala tanda hormat, kemudian duduk di sebuah kursi kosong di sebelahnya. Aku menundukkan kepalaku singkat pada sepasang pria dan wanita yang sebelumnya berbincang-bincang dengan ayahku.

“Kau memiliki anak yang cantik, Seung Ha-ssi. Andai saja anakku yang menjadi besanmu”, Seungha tertawa. Aku tidak.

Aku tidak menemukan timing yang tepat untuk bergabung dalam tawa mereka. aku hanya tersenyum singkat sambil menyembunyikan tangan berkeringatku di bawah meja. Aku merasakan dingin yang luar biasa menembus tengkukku. Mesin pendingin melakukan hal yang salah dengan baju mini yang kupakai. Seharusnya aku tidak meninggalkan mantelku di rumah Seungha.

“—ah Hyorin-ssi, apa kau tidak membawa anakmu yang selalu kau ceritakan itu?”, Seungha bertanya. Aku hanya memperhatikan.

“aku membawanya, tapi suamiku meninggalkannya di depan”, wanita bernama Hyorin menyikut singkat pria di sebelahnya. Dari apa yang mereka bicarakan, aku tahu bahwa mereka adalah suami dan istri.

“tidak begitu, dia ada sedikit urusan di sana, dia akan kembali dalam 5 menit”, seorang pria di sebelah Hyorin berbicara. Hyorin tertawa disusul dengan tawa SeungHa. Sedangkan aku hanya tersenyum tipis.

Aku mengalihkan pandanganku ke lain tempat. Ada tumpukan botol wine dan gelas lemon yang tertata rapih di pojokkan. Di sudut lain, ada semacam stand makanan kecil dan kudapan. Tidak jauh di depanku ada sebuah stage kecil. di sana berdiri pemain orchestra dalam jumlah mini. Pesta ini rupanya bukan main-main.

Yang menarik perhatianku bukanlah benda yang kusebutkan barusaja. Ada sebuah meja kecil di ujung panggung yang sangat membuatku gugup. Di atas meja kecil itu terdapat dua buah kotak kecil berwarna merah terang. Dari apa yang dapat kutebak, kedua kotak itu berisi cincin yang mungkin akan aku gunakan mulai hari ini. ya, cincin pertunangan.

Dadaku mencelos. Aku belum siap untuk ini, namun aku terlalu terlambat untuk pergi.

Suara gesekan dari senar biola seharusnya terdengar jazzy dan berkelas. Namun aku merasa bahwa mereka sedang mendendangkan lagu kematian yang menyayat. Aku berlebihan? Memang, siapa wanita yang ingin diperlakukan seperti ini oleh ayahnya sendiri? Mungkin Cuma aku.

Lamunanku buyar di saat ayahku tiba-tiba berdiri. Aku bergerak secara otomatis. Seorang wanita melintas di depan kami, ia menarik sebuah kursi dan duduk sambil meletakkan sebuah tas kecil nya di atas meja. Aku memandang kedua mata coklat yang dimiliki wanita itu. dalam usianya, ia begitu cantik.

“selamat datang, Park Gi Ja-ssi”, aku mendengar suara renyah dari Hyorin dalam menyapa wanita itu. aku termanggut. Bagaimana Seung Ha berdiri dan menundukkan kepala pada wanita itu cukup beralasan. Jadi… Park Gi Ja ini adalah besan Seung Ha, calon mertuaku.

“Lama tidak bertemu, Hyorin-ssi, Andy-ssi..”, wanita itu tersenyum dengan wibawa pada sepasang suami istri yang cukup berisik di sana. setelahnya ia menatap Seung Ha kemudian aku, bergantian.

“…dan calon besan, Seung Ha-ssi. Ini putrimu?”, ia mengarahkan ekor matanya singkat padaku. Seungha tertawa kemudian mengangguk sopan.

“benar, dia putri kandungku”

“aku tidak pernah melihatnya dalam setiap kesempatan kita bertemu”

“dia baru saja kembali dari Roma. Dia pramugari.”, aku mencoba tersenyum pada Park Gi Ja, namun wanita itu terlalu silau dengan wibawa yang ia punya. Dia hanya tersenyum tipis kemudian mengalihkan pandangannya kembali pada Seungha.

“kita memiliki hal serupa, Seungha-ssi. Anakku juga baru kembali dari Roma”, ucap Park Gi Ja lengkap dengan senyuman anehnya. Aku mengangguk saja, tidak tahu apa yang harus kukatakan untuk mempertahankan obrolan hangat di antara kami.

“Anakmu baru kembali dari Roma? Kudengar dia sedang sibuk dengan jadwal shooting nya…”, Hyorin mengerutkan dahi.

Shooting? Aku ikut kebingungan.

“seperti biasa, anakku kabur dari jadwal, dia memang keras kepala seperti ayahnya”, Gi Ja tertawa renyah. Aku menunduk. Shooting dan Roma. Ada sesuatu yang mencurigakan di sini. Membuat perasaanku semakin tidak enak.

“Aku dengar anakmu juga datang, Hyorin-ssi?”, Gi Ja menggeser tas kecilnya dan menempatkan sebuah sapu tangan kecil serta kacamata hitamnya di sana. Hyorin mengangguk dan menunjukkan telunjuknya pada seorang pria yang sedang berjalan ke arah kami.

“itu dia, anakku”, aku menyipitkan mata, mencoba melihat pada arah yang sedang ditunjukkan wanita itu. seorang pria berambut hitam dengan dandanan tuxedo abu-abu mewah sedang berjalan dengan cool. Ruangan pesta cukup gelap untuk mampu melihat wajah seseorang dari jarak 100 meter. Aku menunggu sosok itu mendekat dengan tidak antusias sama sekali. Ini seperti adegan slow motion yang cukup lama. Aku lebih memilih mengambil gelas air putihku dan menenggaknya pelan-pelan sampai pria itu datang.

Doaku terkabulkan. Pria itu kini semakin dekat ke arahku. Aku meminum air mineralku dengan sedikit lebih pelan lagi, mataku melebar.

“ini anakku, namanya Kim Jae Joong”, Hyorin menyambut tangan pria tinggi di depanku. Pria itu tertawa dan memperlihatkan deretan gigi putihnya pada semua orang. Ia menundukkan kepala sampai akhirnya aku tersedak kuat. Aku melotot pada wajah pria itu, selain kaget, aku tidak mengerti apa yang terjadi. Jae Joong di sana, dengan tuxedo nya dan kini ia menatapku dengan tidak kalah kagetnya.

“Kwon Yuri-ssi?”

.The Stewardess

Kaget. Ya… i am.

Kini seorang pria yang kukenal sejak lama duduk di sebelahku dengan awkward. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, kami dihadapkan pada situasi seperti ini. Jaejoong telah menceritakan semuanya, tentang bagaimana kami bertemu dan berteman sejak lama di Roma. Hyorin terlihat antusias namun aku sama sekali tidak tahu harus menyambut ekspresi antusias itu dengan mimik seperti apa.

“aku permisi sebentar”, Park Gi Ja membawa tas kecilnya dan pamit entah kemana. Seorang berdasi kupu-kupu datang dan menanyakan tepatnya berapa menit lagi acara pertunangan akan dimulai. Dugaanku, mungkin Park Gi Ja sedikit gelisah karena anaknya belum juga tiba di antara kami.

Tanpa aku sadari, Jaejoong menetapku. Ia berbisik rendah ketika bola mata kami bertemu.

“jadi… kau kembali ke Korea untuk bertunangan, Yuri-ssi”. Well, dia hanya bertanya. Tapi kenapa aku merasa aku sedang diinterogasi atas kesalahan fatal yang sudah aku buat. Bagaimana bisa aku merasakan ini. aku tertangkap basah akan bertunangan dengan orang asing oleh pria yang kucintai sejak lama. Bisa membayangkan bagaimana awkward nya situasi ini?

“Yeah.. mungkin… begitu…”, aku bicara terbata. Aku tidak yakin dengan apa yang kulakukan saat ini.

“kau…dijodohkan?”, Jaejoong dengan tepat menangkap situasiku. Aku mengangguk cepat, berharap agar pria itu dapat mengerti, berharap agar dia tahu bahwa aku tidak menginginkan situasi seperti ini.

“dengan…?”

“aku tidak tahu”

“bagaimana bisa?”

“ceritanya sangat panjang, aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang, oppa

Jaejoong membenarkan dasinya kemudian memesan segelas wine pada pelayan yang berlalu-lalang. Ia menatapku lekat sebelum akhirnya meminum air memabukkan itu.

Jantungku berdegup. Setiap tetes wine yang membasahi tengkuknya… aku bisa merasakannya. Jaejoong, pria itu berada tepat di depanku. Dengan sungguh sempurna dan sangat berwibawa. Aku menyesali kebodohanku. Aku tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi.

“Nah, itu dia Park Gi Ja dan kedua anaknya”, Hyorin berkata sedikit kencang, menyadarkan aku dari lamunan indah pria di depanku. Aku bertatapan dengan Jaejoong, menunjukkan rasa ketakutan dan bimbang yang kumiliki.

Aku tidak berpendapat bahwa Jaejoong akan mengerti. But he did. Tangannya yang kekar, menggenggam tanganku yang berkeringat di bawah meja. Jempolnya mengusap punggung tanganku. aku menatap matanya dalam, berharap satu keajaiban terjadi.

“Kau akan baik-baik saja, Yuri-ah. Percaya padaku”

Well, aku membayangkan dia akan mengatakan hal lebih romantis seperti ‘Yuri, sebenarnya aku mencintaimu’ atau something. Tapi aku tahu aku hanya bermimpi. Jaejong hanya menganggapku sebagai little sister buatnya. Tidak lebih. Seharusnya aku tahu itu.

“Aku permisi ke kamar mandi, Ayah”, aku berbisik pada Seung Ha. Membiasakan diriku memanggilnya Ayah di depan umum adalah salah satu nasihat Jieun jauh sebelum aku datang. Aku baru saja akan beranjak dari tempat dudukku, ketika suara Park Gi Ja terdengar.

“Kwon Yuri-ssi, perkenalkan ini anakku…”, aku mau tidak mau menoleh, kembali ke tempat dudukku dengan rapih. Aku mendongak, mencoba melihat pria dengan tuxedo hitam yang Gi Ja rangkul dengan bangga.

Aku bisa mati. Aku benar-benar bisa mati saat ini.

“…namanya Park Yoo Chun”

Suara dari Gi ja bagai membangkitkan mimpi burukku berulang. Kejadian sial selalu menimpaku setiap saat tapi tidak pernah seburuk ini. seorang pria yang kukenal dan sama menyebalkannya dengan seluruh manusia april mop kini ada di depanku. Dia membuka matanya lebar, dan aku sudah tidak sanggup berbicara. Jaejoong menggenggam tanganku di bawah meja, namun itu tidak membantu. Dadaku berdegup kencang, dengkulku lemas.

Jadi secara teknis, aku dipertemukan kembali dengan Jaejoong dan Yoochun. Tapi kali ini bukan di sebuah kota budaya bernama Roma. Kali ini kami duduk melingkar mengikuti sebuah meja kayu dengan taplak yang putih. Aku memandang Jaejoong beberapa kali saat Yoochun menyingkirkan pria itu dari kursi di sebelahku atas perintah ibunya.

“K-kau…” aku terbata, berkata rendah.

“diam dan tutup mulutmu. Beraktinglah seolah aku dan kau tidak pernah bertemu sebelumnya”, pria itu dengan kasar memerintahkanku. Bibirku bergetar. Mimpi burukku baru saja dimulai.

.TBC

We O We….

ini FF ada yang nungguin gak nih?

oh iya, RCL jangan lupa. itung-itung buat perbaikan untuk aku ke depannya gitu. 🙂

84 tanggapan untuk “THE STEWARDESS [Part 4]

  1. Hmm, sudahh kudugaa… Anehnya kenapa yuri mudah bgt takluk sama ayahnya ya. Padahal sebelumnya dia kan agak egois terus cuek gitu

  2. Ahahaha ketawa sendiri pas baca akhir nyaa, memang udah ngira sih kalo yuri mau di jodohin sama yoochun. Makin penasaran jadinya gimana kisah kisah mereka

Tinggalkan Balasan ke Mutia Arizka Yuniar Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.